Flash Flash Flash #2 Sambooks

By Be Samyono (21092009-18.08)

Kembali bersama 43 rekan dari Blogfam kami menerbitkan buku hajatan “Flash Flash Flash ~ Kumpulan Cerita Sekilas”. Dipayungi Penerbit Gradien Jogja buku ini mengangka t berbagai tema dengan batasan kata 126-216 kata tiap ceritanya! Unik. Nantikan Terbitnya Desember ini. Berikut 2 ceritaku yang termuat dengan mengangkat tema “perempuan” dan berikut 2 cerita saya yang termuat:

FlashFlashFlash

Bedebah…!

Bedebah…!

Umpatku berulang. Bukan mauku bila Oom Besar lebih sayang dan memanjakanku daripada anak-anak murtadnya atau kacung-kacung penjilatnya. Bukan pula inginku bila aku lebih bisa berpeluk mesra dan tidur bersama dalam belai kehangatan meski Oom Besar mulai tua dan makin terkapar tak berdaya.

Bedebah…! Makiku tak henti.

Berhentilah untuk memanggilku pelacur jalanan, perempuan murahan atau si mata duitan. Karena aku tak menjual diriku dan juga tidak menggadaikan kehormatanku. Aku hanya membagi gemulai dan kemanjaan untuk sesuap makanan.

Bedebah…!

Kutukku menyeletuk. Teganya kalian membekapku saat lelapku dan mengikatku saat Oom besar sekarat. Nyata sudah, bulat niat kalian untuk menuntaskan dendam. Menyingkirkanku dari kemewahan. Lalu kini sudah 1 jam perjalanan kalian membawaku pergi.

“Bedebah enyahlah!” Umpat kalian penuh kesumat.

“Meooong…!” Lolongku penuh kesakitan menahan kerasnya benturan saat tubuhku dilemparkan. Terkaparku penuh memar.

(num of words: 138)

Hati Kardus Bunga Ranjang

Aku bertanya apakah hatiku terbuat dari seonggok kardus. Lembab dan hanyut begitu hujan membasah. Kering dan terbakar saat api memercik. Kardus yang membungkus ketidakdayaku.Nasibku dipahat dengan kasar. Belumlah mekar kelopakku saat ku dipetik paksa dari rantingku. Diambil dari daun yang menaungiku untuk dijadikan penghias ranjang malam. Hiasan yang tidak di hargai dengan belaian namun ditebar untuk hasrat sesaat guna membuang hajat.

“Dar, cinta itu apa?” Tanyaku seketika.

Darmi sepertinya tuli. Matanya masih menatap kaca memulaskan bedak tebal disela kerut halusnya. Badannya bergoyang mengikuti rentak dangdut yang riang memanggil pelanggan. Sesaat Darmi menggeleng, meletakkan gincu merahnya menghampiriku.

“Dengar, tak ada istilah cinta bagi lonte macam kita. Cinta bagi kita adalah uang dan bagi mereka adalah kepuasan. Kita jualan. Orang jualan tak tahu apa itu cinta. Ngerti!”

Aku mengangguk tanpa paham. Malam kemarin, malam ini juga nanti aku tetaplah bunga ranjang. Yang di taruh di kamar kamar sempit seadanya di salah satu dari sekian puluhan rumah remang di daerah bejat ini. Aromaku semerbak menggoda lelaki untuk datang. Mereka bukanlah kumbang tapi sekumpulan lalat. Mereka tidak menyerbukkan sariku tapi mematuknya lalu menyelipkan lembar rupiah di kutang-kutangku. Mungkin benar mereka tak tahu apa itu cinta. Mereka hanya membeli. Mengambil lebih dari apa yang semestinya tak ku beri.

Kembali kusadari hatiku hanyalah seonggok kardus yang tak mampu membungkus KEHORMATANKU sendiri.

(Num of words: 216)

Facebooktwitterredditpinterestmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


one + = 6