Sajadah Panjang Sebuah Amanah [2]

[Lanjutan]

Menjadi satu keluarga yang terbangun rasa kebersamaan, kepercayaan dan bisa saling mendukung itu adalah hal pertama yang selalu saya upayakan dalam membangun tim di Direktorat.  Mengelola Direktorat Keuangan dan Direktora SDM yang sarat dengan problematika tatakelola dan kultur organisasi merupakan satu tekanan yang tidak bisa dihadapi sendiri. 

Secara internal perlu kolaborasi dan supporting anggota tim untuk bisa memenuhi segala ekspektasi. Setidaknya upaya untuk bisa mengontrol keadaan dan permasalahan yang mampu di kendalikan oleh Tim. Kepercayaan menjadi kunci sebuah tim untuk menjadi solid dalam kinerja maupun psikologis Hal ini menjadi bekal berharga bagi tim untuk memberikan pelayanan pada pegawai dengan support atasan.  

Tentunya akan jadi cerita indah bila interaksi yang saya bangun tidak sebatas pekerjaan saja pada akhirnya.  Jalan bersama ke luar negeri, saling mengenal keluarga dan menikmati kuliner dikantor adalah beberapa hal yang pada akhirnya menjadikan ikatan yang kuat dalam team.

Secara parallel sayapun akan selalu memprioritaskan perbaikan support system untuk bisa di implementasikan di Direktorat.  Lemahnya pengelolaan tanpa adanya system membuat pengimplementasian system menjadi krusial untuk dilakukan. Pelayanan yang cepat, efektif dan solutif akan menjadi basis kepuasan user serta smart working yang dilakukan oleh team.  Inilah dasar strategi saya kenapa membangun support system merupakan prioritas dalam kerja.

Tercatat bagaimana system informasi lama di Direktorat keuangan saat itu, saya putuskan untuk di upgrade dan di migrasi ke system baru agar data valid dan informatif untuk mengatur keuangan mahasiswa. Juga bagaimana di Direktorat SDM system pengelolaan payroll dan administratif pegawai di wadahi dalam system pengelolaan SDM HRIS yang lebih terintegrasi. Kedepan impiannya adalah semua sistem ini mampu untuk terintegrasi dan memberikan ouput strategis bagi kemajuan kampus.

Perjalanan karir ini juga membuat sayap makin memahami arti dari menjadi seorang pemimpin dimana saya sadari bahwa sebelum jadi pemimpin, kesuksesan adalah tentang mendewasakan dan mengembangkan diri. Namun ketika sudah jadi pemimpin, kesuksesan adalah tentang mendewasakan dan mengembangkan orang lain. 

Dari hal inilah continuous learning menjadi prioritas saya selanjutnya untuk di bangun dalam direktorat.  Bagaimana saya berupaya agar dalam tim terdapat upgrade ilmu dan skill selain terjadinya pengkaderan yang prospektif.

Melupakan egoism dan keinginan menjadi “one man show” perlu di kedepankan.  Karena saya yakin dalam satu institusi tidak diperlukan 1 orang hebat atau superhero.  namun yang di perlukan adalah tumbuhnya superhero-superhero lain yang bersama membangun trust, bersinergi dan berkolaborasi untuk UAI

Pada akhirnya upaya diatas tidaklah bisa berjalan bila dalam diri saya tak dibekali satu kemampuan untuk memimpin.  Menjadi pembelajaran yang sempurna bagi saya pada akhirnya. Karena selama membawahi Direktorat saya tidak saja diberi kesempatan untuk belajar namun juga menerapkan kepemimpinan secara praktis.

Termasuk juga pembelajaran untuk menularkan prinsip dan etos kerja yang selama ini saya pegang yaitu: “Majulah tanpa menyingkirkan, Naiklah tinggi tanpa menjatuhkan, jadilah baik tanpa menjelekkan dan jadilah benar tanpa menyalahkan orang lain”. 

Hingga titik ini saya sadari  bahwa menggenggam sabar, iklas dan syukur tidak saja diajarkan dalam kisah pewayangan, Islampun memberikan keteladanan untuk itu.  Besar harapan upaya dan strategi yang telah saya bentangkan sebagai sajadah panjang saya, tidak saja memberikan kontribusi kebajikan.  Lebih dari itu semoga hal ini menjadi sebuah perjalanan spiritual yang indah dalam menggapai ridho-Nya. [tamat].

Facebooktwitterredditpinterestmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


− 4 = four