Membangun KMB berbasis Coaching

Be Samyono [05122011-17.41]

Terlihat satu pasangan tergelak tawa, yang lain begitu bersemangat saling tanya dan sebagian lainnya terlihat kebingungan dengan apa yang diperbuat.  Komentarpun bermunculan.  Mulai dari  kata sulit, bingung dengan pertanyaan yang akan dilempar hingga kesulitan untuk mengetahui permasalahan rekan pasangannya.  Itulah sekelumit gambaran yang terjadi  saat acara rutin pendalaman materi bagi ketua KMM dan KMB di TDA Jaksel.  Pak Idham Mashar sebagai pemangku divisi internal membuka dengan paparan yang cukup bagus mengenai “Coaching dalam Team” yang beliau dapat dari pertemuan KMB level 1.  Materi lebih mendalam beralih kepada saya untuk menularkan praktek coaching yang sebenarnya dan memberikan paparan yang lebih luas bagaimana coaching diterapkan.  Kebetulan Coaching Sertification pernah saya dapatkan hingga memudahkan delivery materi ini.  Saya pribadi mengemban satu misi untuk memberikan sentuhan yang lebih real kepada KMB di TDA Jakarta Selatan agar bisa berjalan dengan optimal, dan momentum ini sangat tepat untuk membangun KMB berbasis coaching.  Dan Bukan tanpa sebab rencana ini di gulirkan.

Pesat, itu kata yang tepat untuk menggambarkan proses pembentukan Kelompok Mentoring Bisnis (KMB) di TDA Jaksel.  Belum lama setelah KMB menjadi program serentak di TDA, bulan Juli tahun lalu secara struktur dan materi TDA Jaksel telah siap menggulirkan Program KMB ini.  Tercatat hingga kini terdapat 5 KMB yang aktif mengadakan pertemuan tiap bulannya dengan anggota 5 orang.  Meski bisa dikatakan sayang sebenarnya, karena dalam perjalanan justru tidak semua anggota KMB yang terdaftar cukup bisa menjaga konsistensi dan spirit.  Sehingga hanya separuh dari keseluruhan anggota yang masih bertahan.

Bisa dikatakan KMB adalah kelompok advance dari KMM.  Adanya mentor sebagai pembeda memberikan jarak yang jauh atas output yang nantinya dihasilkan.  KMB menjauhkan kata “orang buta dituntun oleh si buta” yang lazim terjadi di KMM.  KMB sendiri mempunyai konsep yang menarik karena mentor terbagi atas level kelas yang didasarkan atas omset yang dihasilkan.  Konsep ini secara tak langsung memberikan kriteria akan pengalaman dan lingkup permasalahan tiap size bisnis tiap mentor sehingga sinergi antara mentor dan anggotanya bisa optimal.  Lebih besar lagi konsep ini akan menciptakan bola salju yang positif akan pertumbuhan bisnis dan tercetaknya regenerasi mentor yang berkesinambungan.

Bila ditanya kesiapan TDA Jaksel dalam menggulirkan program ini saya katakan sangat siap.  Betapa tidak jauh hari sebelumnya TDA Jaksel sudah mempunyai kurikulum sederhana dan buku panduan ber KMB. Pun demikian dengan proses recrutment serta pembekalan kepada para mentor level 2  yang akan berkiprah dilapangan.  Semua tak ada kendala.  Namun bila akhirnya sejauh ini pilot project pertama ini menemui kendala dilapangan disana sini. Evaluasi mutlak dilakukan.  Dan satu pembelajaran bahwa improvement dan pengayaan ide harus segera dilakukan.

Saya mencontohkan KMB yang saya bina dengan anggota 5 orang.  Tak satupun anggota yang mempunyai bisnis yang sama dengan saya, bisnis photocopy.  Artinya proses mentoring tak mungkin berjalan.  Karena menilik konsepnya mentoring adalah membagikan pengalaman serupa kepada pihak yang belum berpengalaman.  Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah pendekatan training.  Sayangnya keterbatasan waktu, perbedaan kebutuhan peserta juga kapabilitas mentor dalam memberikan semua aspek yang dibutuhkan dalam training mustahil bisa optimal diberikan.  Kembali batu masalah menjadi kendala.  Dan rupanya problem ini dialami oleh semua mentor yang terlibat. Beberapa mentor mencoba tetap pada metode training yang mereka kuasai dan selebihnya memberikan inspirasi dari pengalaman yang mereka punyai.

Satu  hal yang mencerahkan ketika saya mengikuti Coach Sertification dari IndoCoach yang merupakan sister company dari IndoNLP.  Saya seperti disadarkan dan ditarik kebelakang mengenai esensi dari pengembangan kapabilitas sumberdaya manusia ini yang sebenarnya mempunyai area, cara serta persyaratan tersendiri dalam mengoptimalkan.  Sederhananya bila kita bicara mengenai mentoring, training, consulting, konseling dan coaching kesemuanya mempunyai peran yang berbeda dalam pemberdayaan sumberdaya manusia.  Hingga bila hal ini ditarik untuk permasalahan KMB di TDA jaksel terlihat bahwa ada yang luput untuk dijadikan kejelasan dalam konsep KMB ini.  Selama ini tujuan KMB masih rancu apakah KMB akan diarahkan untuk menggurui usahawan pemula, memberikan pembekalan knowledge, menyadarkan akan pentingnya wirausaha, membereskan permasalahan mereka atau mem-booster bisnis  mereka.  Kesemuanya akan menjadi mudah bila ada satu tujuan yang kita canangkan dan bisa di tindaklanjuti dengan metode yang tepat.

Bila di cermati permasalahannya KMB yang mempunyai karakter akan heterogenitas usaha, adanya mentor yang tidak mempunyai usaha yang sama dengan anggota serta adanya target akan peningkatan usaha. Sudah pasti menilik kondisi ini, metode mentoring  yang selama ini dijalankan di TDA Jaksel harus di gantikan dengan adanya coaching.  Training bisa sesekali disisipkan sebagai pengkayaan ilmu. Coaching pada dasarnya merupakan upaya untuk bisa memberdayakan dan menggali potensi seseorang dengan dasar pertanyaan-pertanyaan.  Menariknya kita tak perlu tahu dan mengerti bisnis seseorang untuk bisa melakukan coaching.  Kuncinya kita bisa member arah hingga seseorang menemukan moment “AHA” nya dalam memecahkan suatu masalah.  Metode inilah yang di beberapa pertemuan terakhir mulai saya terapkan di KMB yang saya bina.  Bila ditanya hasilnya. Mungkin akan terlalu dini untuk di kabarkan. Namun efektifitas dalam penyampaian program jelas menunjukkan peningkatan dan perubahan. Disamping itu challenge yang dirasakan oleh anggota secara psikologis akan membuat mereka terpacu untuk mengikuti program ini hingga usai.  Karena tantangan diletakkan di tangan mereka.

Harapan besarnya metode ini tidak hanya membuat anggota KMB menemukan kegairahan dan dan cara yang tepat untuk mencapai goalnya.  Namun juga akan membangun satu pola pikir yang konstruktif dimana setiap anggota KMB akan mempunyai ketangguhan dalam menghadapi permasalahan bisnisnya sendiri dan bisa memecahkan masalahnya secara mandiri.  Karena itulah esensi dari output suatu Coaching yang sebenarnya.

Facebooktwitterredditpinterestmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


six − 4 =